INFOFAKFAK.COM, FAKFAK_ Kabar yang menyebutkan bahwa, hari ini (01/03), massa suku Irarutu dari Kabupaten Bintuni akan bergerak ke Distrik Bomberay, Kabupaten Fakfak, ternyata masih simpang siur. Pihak keamanan sendiri belum memastikan, kapan massa suku Irarutu akan bergerak.
Pihak intelejen baik dari unsur TNI AD maupun kepolisian hanya menyebutkan bahwa, rencana massa yang akan bergerak ke wilayah Bomberay, memang sudah terdengar, namun hingga tadi malam, belum diketahui pasti, kapan mereka akan bergerak.
“Dalam apel tadi pagi memang disebutkan adanya informasi akan ada 9 unit kendaraan yang mengangkut massa ke Bomberay. Mungkin pagi ini, pimpinan kami bergerak menuju Bomberay untuk memantau langsung disana,” ujar salah satu sumber di Polres Fakfak.
Pergerakan massa suku Irarutu sendiri, diyakini terpicu oleh dikembalikannya patok tapal batas tanah adat yang pada 27 Juli 2018 lalu, mereka pasang di Kampung Mitimber, Distrik Mbaham Ndandara, Kabupaten Fakfak.
Patok tersebut, dicabut dan dikembalikan ke lokasi asalnya di daerah Tanah Rata Tomage, Kabupaten Bintuni, oleh pimpinan dan tetua Dewan Adat Mbaham Matta Kabupaten Fakfak pada Selasa, 19 Pebruari 2019 lalu, sebagai tekanan kepada Pemerintah Kabupaten Fakfak dan Bintuni, serta Pemerintah Provinsi Papua Barat, agar segera memfasilitasi musyawarah lanjutan, antara Dewan Adat Mbaham Matta dan masyarakat suku Irarutu.
Sebelumnya, pada 25 Agustus 2018 lalu, Dewan Adat Mbaham Matta dan masyarakat suku Irarutu, telah melakukan musyawarah adat, terkait masalah tersebut. Namun, hingga musyawarah berakhir, belum dicapai kesepakatan atas klaim batas tanah adat oleh masyarakat suku Irarutu tersebut.
Terkait hal ini, Ketua Dewan Adat Mbaham Matta Kabaupaten Fakfak, Sirset Gwas Gwas menegaskan bahwa, pihaknya tidak bermaksud memeprovokasi atas tindakannya mengembalikan patok dari Kampung Mitimber ke Tanah Rata, Tomage.
“Yang kami lakukan adalah mengembalikan patok tersebut ke lokasi awalnya di Tanah Rata, dan mendesak Pemda Fakfak, Pemda Bintuni dan Pemprov Papua Barat, untuk segera memediasi musyawarah lanjutan. Jadi, kami hanya mengembalikan patok tersebut, ke lokasi awalnya,” tegas Sirset, dalam jumpa pers kemarin (28/02) sore.
Sirset mengaku, pihaknya belum menerima pemberitahuan atau surat balasan dari Pemerintah Kabupaten Fakfak, Bintuni dan Pemerintah Provinsi Papua Barat. Padahal, pada 20 Pebruari lalu dewan adat telah melayangkan surat pemberitahuan atas pengembalian patok serta meminta kepada Gubernur Papua Barat untuk memfasilitasi penyelesaian batas tanah adat tersebut.
Sirset juga mengaku bahwa dirinya belum mendapatkan respon dari Bupati Fakfak, meski dalam lawatan Bupati ke Bula, Kabupaten SBT beberapa hari lalu, Bupati dan Sirset satu rombongan.
Nampaknya, masalah tapal batas tanah adat ini akan kembali menghangat. Untuk itu, perlu tindakan ekstra cepat dari Pemerintah Provinsi, yang pada musyawarah sebelumnya, dipercaya untuk menjadi mediator lanjutan. Hal itu perlu dilakukan, untuk mengantisipasi hal-hal negatif yang mungkin saja terjadi. (wah)